Senin, 01 Februari 2016

Rekam Medis Bencana (Disaster Medical Record)

A. Bencana
  Menurut UU no. 24 tahun 2007 Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Bencana Tanah Longsor Sijemblung, Banjarnegara

Menurut hatta (2008) yang dikategorikan sebagai kasus bencana adalah kejadian yang diakibatkan oleh kondisi yang tidak lazim. Misalnya bencana akibat alam (seperti banjir, tsunami, kebakaran hutan, badai angin, halilintar, gempa bumi, tanah atau longsor); gejolak politik  (huru hara demonstrasi, serangan teroris, perang, lemparan bom); akibat kelalaian manusia (arus pendek listrik, kebakaran lingkungan); penyebaran penyakit (epidemi,pandemi), akibat arus teknis (kecelakaan lalu lintas,darat,laut,udara) dan lainnya. Ciri khas dari  bencana adalah sama yakni peristiwa datang secara tidak terduga dikala orang tidak siap. Hal yang pasti dalam sekejap jumlah korban yang membutuhkan pertolongan pada sarana pelayanan kesehatan meningkat dengan amat tajam. Untuk menampung korban yang amat banyak, sering didirikan tempat pos kesehatan darurat dengann relawannya.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor
Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit.
Suasana saat terjadinya bencana
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunana yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasinya.
Kegiatan pencegahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan/atau mengurangi ancaman bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisi pasien bencana melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan mebghadapi ancaman bencana.
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukandengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta bencana, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan sarana dan prasarana.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarkat sampai tingkat yang memadai pada wilayag pasca bencana dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.
Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
Pengungsi adalah orang atau sekelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.
Dalam kejadian bencana, ada pasien korban bencana yang hanya memerlukan pelayanan rawat jalan atau rawat inap jika kondisinya serius. Selain itu banyak korban yang meninggal di tempat kejadian atau dala  perjalanan ke rumah sakit. Bahkan ada pasien yang memutuskan untuk pulang paksa dengan berbagai alasan yang ada. Dalam kejadian tersebut praktisi MIK (Manajemen Informasi Kesehatan) berkewajiban untuk memperoleh berbagai informasi darurat dalam keadaan bencana dengan semaksimal mungkin.
Pada dasarnya isi rekam kesehatan korban bencana relatif sama dengan informasi bagi pasien gawat darurat di rumah sakit. Bila pasien korban bencana  yang telah diperiksa oleh tenaga kesehatan harus dirawat inap, maka petugas TPP segera menyiapkan lembar ringkasan masuk keluar dan selanjutnya pasien menjadi psien rawat inap.
a.    Triage
Menurut Depkes (2007) triage dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi  segera (perawatan lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya diselematkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery). Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, kuning, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban, sebagai berikut :
1)    Merah, sebagai penanda yang membutuhkan stabilisasi segera korban yang mengalami :
a)    Syok oleh berbagai kuasa
b)    Gangguan pernafasan
c)    Trauma kepala dengan pupil anisokor
d)    Perdarahan eksternal massif
Pemberian perawatan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih besar, sehingga setelah perawatan dilapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih intensive. Triage ini korban dapat dikategorikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning” (misalnya korban dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drainthoraks (WSD).
2)    Kuning, sebagai tanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini :
a)    Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen)
b)    Frakture multiple
c)    Fraktur femur
d)    Luka bakar luas
e)    Gangguan kesadaran/ trauma kepala
f)     Korban dengan status tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan harus diberikan perawatan sesegera mungkin
3)    Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami
a)    Fraktur minor
b)    Luka minor, luka bakar minor
c)    Korban dalam kategori ini setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
d)    Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi lapangan
4)    Hitam, sebagai penanda korban telah meninggal dunia.
Triage lapangan dilakukan pada tiga kondisi
1)    Triage di tempat dilakukan di tempat “ korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang dilakukan oleh tim pertolongan pertama atau Tenaga Medis Gawat Darurat. Triage ini mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban bencana ke pos medis lanjutan
2)    Triage medik (triage dua)
Triage ini dapat dilanjutkan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di unit gawat darurat, kemudian ahli anastesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triage medik adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
3)    Triage evakuasi (triage tiga)
Triage ini ditujukan pada korban yang dipindahkan ke rumah sakit yang siap menerima korban bencana secara masal. Jika pos medis lanjutan berfungsi dapat berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang dan akan diperlukan pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi dilaksanakan. Tenaga medis dipos lanjutan dengan berkonsultasi pos komando dan rumah sakit tujuan berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih dahulu, rumah sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
Sedangkan Rekam Medis bencana sendiri 
Menurut hatta (2008) pembeda utama antara pasien biasa dan pasien gawat darurat bencana terletak pada kejadian ‘bencana’ itu. Selebihnya, penanganan kasus pasien bencana adalah murni kegawatdaruratan yang bersifat life saving atau harus segera wajib dilakukan pertolongan atau tindakan medis demi menyelamatkan nyawa pasien. Pengisian formulir bencana harus dilakukan seakurat dan seefektif mungkin agar data yang dihasilkan akan menjadi informasi yang berkualitas.
          Dengan demikian pasien korban bencana senantiasa dikategorikan sebagai bagian dari pelayanan gawat darurat dan termasuk dalam pelayanan rawat jalan (out pasien service). Dalam kejadian bencana, ada pasien korban bencana yang hanya memerlukan pelayanan rawat jalan ataupun rawat inap bila kondisinya serius. Selain itu banyak korban meninggal di tempat kejadian ataupun dalam perjalanan ke rumah sakit.
          Informasi pasien akibat korban bencana tersebut harus segera menjadi basis data rumah sakit dan dapat dicatat berdasarkan dua pilihan yaitu:
a.    Meneruskan data ke buku register IGD dengan kode ‘B’. Dengan memasukan nama pasien dalam buku register UGD rumah sakit berarti pasien bencana tidak perlu dibuatkan buku register baru. Berarti petugas TPP UGD cukup menyambung data bencana ke buku register UGD. Cantumkan nama-nama pasien korban bencana beri kode ‘B’. Artinya pemilik nama adalah pasien dengan kasus bencana.
b.    Bila dari tempat pasien telah mendapat nomer darurat (triage tag number) dari relawan pembantu bencana maka nomer itu wajib dicatat pada saat pasien tiba disarana pelayanan kesehatan dan selanjutnya nomer itu dihubungkan dengan nomer rekam medis (kesehatan) dan identitas lainnya.
c.    Bukti penomeran darurat (triage tag number) harus disimpan dan menjadi bagian dari rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang dikunjungi pasien.
d.    Menggunakan stok buku register UGD yang tersedia (standar) khusus untuk bencana.
   Cara diatas diambil bila jumlah pasien yang menderita bencana amat banyak (mulai ratusan hingga ribuan pasien). Petugas pendata mulai mengisi register khusus bencana sejak baris pertama buku register dan cantumkan nama semua paien bencana.
   Bila pasien korban bencana yang telah diperiksa tenaga kesehatan harus dirawat inap maka petugas TPP segera menyiapkan lembar ringkasan masuk dan keluar dan selanjuttya pasien menjadi pasien rawat inap.
   Data kasus bencana memiliki informasi tambahan yang setidaknya menerangkan:
a.   Nama (bila ada identitas petunjuk seperti KTP, melalui keluarga/kawan, pasien dapat berbicara sendiri)
b.   Lokasi wilayah pengambilan korban dan waktu kejadian bencana
c.   Kondisi korban saat tiba dan waktu tiba disarana pelayanan kesehatan
d. Mencatat nomor pasien korban bencana yang diberikan dari tempat bencana (traige tag number) dan menghbungkan dengan nomor rekam kesehatan atau identitas lainnya, baik yang lama maupun yang baru diperoleh dari tempat pendaftaran pasien (TPP) gawat darurat sarana pelayanan kesehatan
e.   Sebagai tambahan disarankan agar dilengkapi dengan rekam medis gigi (dental chart) yang sesuai dengan standar internasional.

       Rekam medis menurut Peraturan Menteri Kesehatan yaitu berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Kegiatan rekam medis tidak hanya meliputi kegiatan pencatatan, namun memiliki cakupan yang lebih luas yaitu penyelenggaraan rekam medis.
          Rekam medis sendiri memiliki arti yang cukup luas , tidak sebatas berkas yang digunakan untuk menuliskan data pasien tetapi juga dapat sebagai rekaman dalam bentuk sistem informasi (pemanfaatan rekam medis elektronik) yang dapat digunakan untuk mengumpulkan segala informasi pasien terkait pelayanan yang diberikan di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti pengambilan krputusan pengobatan kepada pasien, bukti legal pelayanan yang telah di berikan, dan dapat juga sebagai bukti tentang kinerja sumber daya manusia di fasilitas pelayanan kesehatan (Budi, 2011).
           Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai pada saat diterimanya pasien dirumah sakit, diteruskan kegiatan pencatatan data medis selama pasien tersebut mendapatkan pelayanan, dilanjutkan dengan pengolahan data rekam medis (Depkes RI, 1997).
          Menurut Hatta (2008), tujuan rekam medis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
a.    Tujuan utama (primer), terbagi dalam lima kepentingan yaitu untuk:
a)            Pasien
Rekam kesehatan merupakan alat bukti utama yang mampu membenarkan adanya pasien dengan identitas yang jelas dan telah mendapatkan berbagai pemeriksaan dan pengobatan di sarana pelayanan kesehatan dengan segala hasil serta konsekuensi biayanya.
b)            Pelayanan pasien
Rekam kesehatan mendokumentasikan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang medis dan tenaga lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan demikian rekaman itu membantu pengambilan keputusan tentang terapi, tindakan dan penentuan diagnosis pasien. Rekam kesehatan juga sebagai sarana komunikasi antar tenaga yang lain yang sama sama terlibat dalam menangani dan merawat pasien. Rekaman yang rinci dan bermanfaat menjadi alat penting dalam menilai dan mengelola resiko manajemen. Selain itu rekam kesehatan setiap pasien juga berfungsi sebagai tanda bukti sah yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu rekam medis yang lengkap harus setiap saat tersedia dan berisi data/informasi tentang pemberian pelayanan kesehatan secara jelas.
c)            Manajemen pelayanan
Rekam kesehatan yang lengkap memuat segala aktifitas yang terjadi dalam manajemen pelayanan sehingga digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit, menyusun pedoman praktik, serta untuk mengevaluasi mutu pelayanan yang diberikan.
d)            Menunjang pelayanan
Rekam kesehatan yang rinci akan mampu menjelaskan aktifitas yang berkaitan dengan penanganan sumber sumber yang ada organisasi pelayanan di rumah sakit, menganalisis kecenderungan yang terjadi  dan mengomunikasikan informasi diantara klinik yang berbeda.
e)            Pembiayaan
Rekam kesehatan yang akurat mencatat segala pemberian pelayanan kesehatan yang diterima pasien. Informasi ini menentukan besarnya pembayaran yang harus dibayar, baik secara tunai maupun asuransi.

f)             Tujuan sekunder
Tujuan sekunder rekam kesehatan ditujukan kepada hal yang berkaitan dengan seputar pelayanan pasien yaitu untuk kepentingan edukasi, riset, peraturan dan pembuatan kebijakan. Adapun yang dikelompokan  dalam kegunaan sekunder adalah kegiatan yang tidak berhubungan secara spesifik antara pasien dan tenaga kesehatann.

C. Rekam Medis Bencana
          Rekam medis bencana merupakan sekumpulan fakta serta catatan mengenai identitas pasien bencana, dimana korban ditemukan, nomor pasien bencana serta identitas nama pengantar korban bencana tersebut, selebihnya hampir sama dengan rekam medis gawat darurat yang membedakan hanya yanh disebutkan di atas sesuai yang dituangkan di permenkes 269 tahun 2008. Formulir yang dibuat harus digunakan seefektif mungkin mengingat ketika terjadinya bencana pelayanan yang di berikan oleh para tenaga kesehatan dilakukan secara cepat dan tepat.